Psikopat seperti Hannibal Lecter dalam film ‘The Silence of the Lambs’ terkenal tak berperasaan, anti-sosial dan senang kekerasan. Ingin tahu isi kepala psikopat?
Psikopat juga tak bisa merasakan empati atau rasa bersalah. Banyak orang memiliki kehidupan ‘normal’ bahkan sukses dalam hidup. Namun, sebuah hasil studi terbaru menunjukkan, satu dari 25 pemimpin bisnis merupakan psikopat.
Sebanyak 1% populasi pada umumnya diperhitungkan sebagai psikopat namun sebanyak 20% populasi penjara diperhitungkan menjadi psikopat. Gangguan ini mencegah orang merasa ‘empati’ pada orang lain atau bersalah karena melakukan pelanggaran.
Psikopat tak menderita delusi atau khayalan meski mereka dilayani layaknya di penjara biasa, bukan fasilitas jiwa. Banyak di antara orang ini sangat mahir ‘berpura-pura’ berpikir dengan cara yang sama seperti orang normal.
Hasil studi terbaru menemukan, perilaku manipulatif, tak berperasaan dan kadang-kadang berlaku kekerasan benar-benar terprogram pada seorang psikopat bahkan sejak mereka lahir.
Kelainan ini tak dapat diobati dan penemuan ini bisa membuka pada cara baru untuk memahami bahkan mungkin mengobati gangguan tersebut. Peneliti Amerika pun mengambil pemindai pencitraan resonansi magnetik pada medium seorang keamanan penjara di Wisconsin.
Disana, para peneliti ini melakukan pindai otak pada 40 tahanan dan separuhnya didiagnosa merupakan psikopat. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat kelainan struktural dan fungsional dalam otak psikopat.
Tak hanya itu, para ilmuwan juga menemukan kurang adanya komunikasi antara dua bidang utama otak dibanding para tahanan lainnya. Struktur pertama ini dikenal sebagai korteks prefrontal ventromedial yang bertanggung jawab pada emosi termasuk empati dan rasa bersalah.
Kedua, yakni amygdala yang mengendalikan kadar ketakutan dan kecemasan. Diperkirakan, kurangnya komunikasi antara kedua daerah ini membuat psikopat sulit mengendalikan perilaku sosial dan emosionalnya.
Penulis studi Profesor Michael Koenigs dari University of Wisconsin-Madison mengatakan, dua struktur ini ‘sepertinya tak berkomunikasi sebagaimana mestinya’. Terdapat bukti yang tak hanya dari perbedaan fisik namun juga aktivitas listrik di daerah yang menghubungkan keduanya.
Koenigs yang temuannya diterbitkan di Journal of Neuroscience mengatakan, “Ini menjadi hasil studi pertama yang menunjukkan perbedaan struktural dan fungsional dalam otak orang didiagnosis sebagai psikopat”.
Hasil studi pada pengambilan keputusan secara tak langsung menunjukkan adanya kelainan otak tertentu terkait psikopat, lanjutnya. Penulis Profesor Joseph Newman menambahkan, “Perpaduan kelainan struktural dan fungsional menjadi bukti kuat disfungsi yang diamati dalam sirkuit sosial-emosional penting ini merupakan karakteristik stabil pelaku psikopat”.
Penelitian ini dibuat berdasarkan studi sebelumnya Newman dan Koenigs yang menunjukkan pengambilan keputusan psikopat mencerminkan pasien mengalami kerusakan pada korteks prefrontal ventromedial (vmPFC). “Saya yakin studi kolaborasi ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai sumber disfungsi dan strategi mengobatinya,” tutup Newman.
0 comments:
Post a Comment